Hatiku Ter-lockdown Rasa



              Membersamai generasi milenial memang banyak hal yang tak terduga, termasuk anti mainstream-nya mereka para kaum rebahan ini dalam membuat dan mengutak-atik istilah yang akhir-akhir ini hits. Ya, seperti kemarin saat saya diminta untuk mengisi sebuah kajian online Ramadhan bertajuk kulwapp, tema yang mereka ajukan membuat saya mengernyitkan dahi sejenak, berlanjut tersenyum sambil memandangi layar gawai yang tentu saja tak bakalan paham dengan seringai senyum yang saya ciptakan.
            Tema cinta di kalangan muda-mudi zaman now masih memiliki rating teratas dan paling asyik untuk diperbincangkan. Baiklah, ini adalah tantangan bagi saya untuk menyampaikan seasyik mungkin sesuai dengan style mereka. Jujur, materi tentang cinta-cintaan mungkin sudah khatam dalam hidup saya, hingga kemudian saya mencoba untuk meminjam pintu kemana saja doraemon menuju zaman saat saya masih remaja biar lebih menjiwai gitu. Wkwkwkwk...

Apa itu Cinta?
            Apa itu cinta? Pertanyaan ini sebenarnya retotis banget ya. Karena saya yakin sebagian anak muda zaman sekarang sudah mengantongi defisini tersendiri tentang apa itu cinta. Bahkan sudah tahu jawabannya karena sudah pernah mengalami efek sampingnya, baik efek samping negatif maupun positif.
Cinta itu katanya unik. Betapapun manusia ini sekaku dan sekrik-krik apapun akan mendadak jadi pribadi yang norak, dipenuhi binar-binar di bola mata, degub yang tak biasa, bahkan kadang terasa ada setruman energi yang luar biasa saat cinta itu hadir.
Dalam kitab jatuh cinta dan patah hati yang ditulis oleh Bunda Sinta Yudisia, cinta didefiniskan sebagai salah satu subyek yang hingga saat ini sangat sulit diukur dan sulit dimengerti.
Jangan ditanya lagi jika kita masih menganut definisi cinta ala-ala siluman babi Chu Path Kai dalam serial kera sakti yang sangat melekat kuat dalam ingatan kita hingga kini dengan quotes khasnya, “Beginilah cinta deritanya tak akan pernah berakhir.”
Lalu, bagiamana Islam mengandang cinta ini sesungguhnya? Baik saya mencoba mengambil inti sari dari kitab taman orang-orang yang jatuh cinta dan memendam rindu karya Syaikh Ibnul Qayyim Al Jauziyah. Beliau mendefisikan bahwa hakikat cinta adalah gerak jiwa seorang pecinta menuju Dia yang dicintainya. Kesempurnaannya adalah penghambaan, ketundukan, perendahan diri, dan ketaatan yang dicintai. Pada hakikatnya, cinta adalah cermin yang memantulkan gambar diri orang yang dicintai beserta segala sifat dan kelembutannya. Gambaran itu begitu nyata sehingga seakan ada tepat di hadapannya.

Apa Beda Cinta dan Nafsu?
Cinta adalah kecintaan pada diri, tabiat, dan keserupaan yang melekat pada diri orang yang dicintai. Meski demikian, motif paling besar untuk pencinta yang lebih besar daripada keindahan dan kecantikan, yakni jiwa yang mulia, agung, dan suci. Cinta pun bisa terjerembap dalam nafsu. Sebuah kecenderungan manusia terhadap sesuatu yang dianggap cocok. Dia menjadi suatu kekuatan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Dia butuh nafsu untuk makan, minum, dan menikah. Nafsu mendorongnya kepada sesuatu yang dikehendakinya sebagaimana kemarahan mendorongnya untuk membela diri dari segala sesua tu yang mengusik dan mengancam hidupnya.
Nafsu tidak memikirkan akibat apa yang akan terjadi dengan dirinya. Karena itu, Allah SWT ketika bertutur tentang nafsu dalam ayat Alquran selalu mencelanya. Begitu pula dengan sunnah. Semua hadits selalu disertai ungkapan untuk merendahkan nafsu. Sabda dari Rasulullah SAW,
 "Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian hingga nafsunya (kehendaknya) mengikuti apa (syariat) yang kubawa. "Nafsu tidak bisa ditolak semua. Namun, diambil yang bermanfaat dan dibuang kemudaratannya.
Nah, dari definisi dan penjelasan ini sudah ada gembaran kan tentnag perbedaan antara cinta dan nafsu?

Rasa yang Tepat di Waktu yang Tepat
            ....kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah
Jika kalian termasuk dari kaum senja penyuka lagi-lagu Fiersa Besari pastilah tak asing dengan potongan lirik lagu di atas. Ya, bagaimana bisa kita menempatkan cinta yang begitu suci dan mulia menurut definisi dari Ibnul Qayyim Al Jauziyah tadi menjadi sesuatu yang menye-menye. Tentu saja ada yang salah di sini. Bukan rasa cinta yang tepat dan waktunya yang salah, sebaliknya pun bukan cintanya yang salah dan waktunya yang tepat. Tetapi harusnya jika kita menempatkan kedudukan cinta sesuai dengan definisnya harusnya rasa cinta itu jatuh pada orang yang tepat dan waktu yang tepat, apalagi kalau bukan insitusi pernikahan yang bisa menjadikan rasa cinta ini menjadi sesuai yang sakral dan suci. Karena kita benar menempatkan cinta untuk siapa dalam waktu yang tepat dan benar.
            Nah, terus kalau terlanjur cinta gimana? Masak mau ditinggal pas lagi sayang-sayange?
Benar, itu adalah keputusan yang benar karena buat apa memperjuangkan cinta makhluk yang tidak kekal? Emang nanti cintamu padanya sebelum halal akan menyelamatkanmu dari pedihnya siksa api neraka? Nggak kan?

Agar Rasa Cinta Tetap Ter-lockdown
            Membahas fenomena cinta memang tak akan ada habisnya. Coba kita renungkan ayat ke-2 dalam surat Al Anfal yang artinya sebagai berikut,
  1.             “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.”
            Kembali ke perasaan cinta, ada sebuah pertenyaan menarik setelah mentadabburi ayat di atas. Apakah hatimu sudah bergetar saat disebut namaNya? Atau sebaliknya bergetar saat disebut nama si dia?
            Sementara lockdown menjadi kata yang menarik untuk disandingkan dengan rasa cinta ini. Selayaknya sebuah virus, agar tidak menjadi sesuatu yang menyerang organ tubuh kita, sebaiknya kita kunci hati kita hanya untuk cinta yang halal


Kemana Cinta Harus Dilabuhkan?
            Cinta yang halal itu cinta yang bagaimana? Tentu saja di jalan pernikahan. Gambarannya bisa terlihat dari kisah Nabi Adam As. Seusai diciptakan Allah SWT, Adam sendirian di surga. Konon, dia merasa kesepian. Hawa pun diciptakan untuk menemaninya. Adam dan Hawa pun turun ke bumi yang tergoda seusai memakan buah khuldi.
Di bumi, mereka kembali menata cintanya untuk beranak pinak. Habil, Qabil, Iqlima, dan Labuda menjadi buah cinta mereka. Lantas, mereka pun saling menikah hingga melahirkan kembali keturunan hingga sampai sanadnya kepada kita.
"Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya" (QS. Al A’raf : 189). 
Said Quthb dalam tafsir Fi Dzilal al-Quran menjelaskan, pada dasarnya pertemuan suami istri bersifat menyenangkan dan menenteramkan. Kesenangan ini pun menyelimuti rahim tempat tumbuhnya embrio sehingga menghasilkan anak manusia yang berharga. Anak ini pantas menjadi generasi muda untuk mengemban warisan peradaban manusia.  
So, bagaimana dengan kalian para generasi rebahan? Sementara bersabar dulu deh untuk me-lockdown hatimu sebelums waktu yang tepat kemana cintamu harus kau labuhkan.

Wallahu a’lam bishowab...

Bumi Mahameru, 1 Mei 2020- ditulis dalam suasana berduka atas meninggalnya nenek tercinta yang bergitu banyak mengajarkan kami cucu-cucunya tentang akhlaq dan peradaban. Selamat jalan eyang, sossokmu tak akan terlupakan.
#inspirasiramadhan
#dirumahaja
#flpsurabaya
#BERSEMADI_HARIKE-1














             








0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Blog


Jejak Karya

Jejak Karya
Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu adalah buku single pertama saya, yang terbit pada tanggal 25 April 2017 tahun lalu. Buku ini diterbitkan oleh QIBLA (imprint BIP Gramedia). Buku ini adalah buku inspiratif dari pengalaman pribadi dan sehari-hari penulis yang dikemas dengan bahasa ringan tapi syarat hikmah. Ramuan susu dan kopi cinta dari hati penulis ini menambah poin plus buku ini sangat layak dibaca bahkan dimiliki.

Bagian Dari

Blogger templates

Blogroll

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *