Amunisi seorang penulis adalah membaca. Bagaimana kita
mau menulis jika kepala kita tak ada isinya. Analoginya seperti sebuah teko
yang menuangkan isinya ke dalam gelas begitulah aktifitas menulis bahwa penulis
akan menumpahkan isi teko dari apa yang dibacanya.
Aktifitas membaca menjadi aktifitas yang penting
bahkan menjadi sebuah kebutuhan bagi seorang penulis. Membaca, membaca, dan
membaca. Bahkan wahyu pertama yang diturunkan kepada rasul kita pun adalah ayat
tentang perintah membaca. Sementara, dalam teori menulis yang dikatakan oleh
Tarigan bahwa menulis adalah aktifitas menuangkan ide/gagasan dengan
menggunakan bahasa tulis sebagai medianya.
Ide/gagasan itu diperoleh dari aktifitas membaca kita
yang konsisten. Seperti halnya kita (mohon maaf) buang hajat tiap pagi lancar
jika kita juga membiasakan diri untuk mengontrol tubuh kita mengeluarkan
kotoran dari dalamnya.
Memang sih, membaca tidak ‘ansich’ membaca teks book
tetapi membaca keadaan, sekitar, dan pengalaman juga masuk dalam kategori
membaca untuk memperkaya ide/gagasan yang akan kita tuangkan dalam tulisan.
Tetapi kali ini kita batasi tentang membaca dalam arti yang sesungguhnya.
Hingga menjadi habit, bahkan sampai menjadi kecanduan yang menguntungkan.
Saat saya bergabung di komunitas kepenulisan seperti
Forum Lingkar Pena (FLP), saya merasakan benar efek dari program RC (Reading
Challage) untuk memotivasi para anggotanya untuk gemar membaca buku dulu
sebelum menulis. Target RC ini berlevel, dari mulai yang basic hingga edvant.
Dari sinilah kebiasaan membaca itu jadi terasah, sampai kadang merasa ada yang
hilang dari diri jika dalam sehari tak membaca buku sama sekali.
Bagaimana dengan membaca artikel yang ada di website,
blog, atau media sosial? Bukankah zaman sudah berubah? Cukup sekali sentuh saja
kita sudah mendapatkan beragam informasi tak terhingga. Nah, perlu
digarisbawahi bahwa yang dimaksud membaca di sini adalah membaca buku.
Sensasinya akan berbeda denganm membaca media selain buku. Sangat berbeda, coba
saja kalau tidak percaya bisa langsung dipraktekkan.
Setelah memiliki kebiasaan membaca yang kontinyu,
barulah kita akan merasakan adanya energi yang mendesak-desak dari dalam diri
untuk segera dikeluarkan dengan menuangkannya dalam sebuah tulisan. Kembali ke
perumpaan aktifitas buang hajat atau mengeluarkan isi teko tadi. Kalau sudah
penuh kan logikanya secara otomatis mendesak untuk dikeluarkan. Nggak percaya?
Coba saja deh, buat target membaca selama sebulan penuh, dengan menaikkan jumlah
halaman tiap harinya. Misal hari ini kita buat minimal 10 halaman , besok 15
halaman, dst. Kuncinya adalah kedisiplinan. Tidak ada cara lain usaha untuk
menjadi seorang penulis selain memulai dengan menjadi ‘predator buku’ ,
mencintai buku selayaknya kekasih hati, kemana-mana selalu bawa buku.
Jadi sekarang, mulailah membaca, membaca dan membaca.
Kemudian baru menulislah, dan teruslah membaca demikian hingga menjadi sebuah
siklus yang terus ada dalam diri kita. Sampai menjadi sebuah kebiasaan. Bagaimana
siap memulai membaca?
“Semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir, semakin banyak aku belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apapun” ~ Voltaire
Wallahu a’lam bishowab...
Lumajang, 19 Februari 2020