Pelajaran Cinta dalam Delapan Semester

Poster Lomba

Apa yang kalian rasakan saat pertama kali mencicipi makanan yang sejak lama diinginkan?
Apa pula yang kalian rasakan saat pertama kali menginjakkan kaki di tempat yang sudah lama diimpikan?
Dan apa yang kalian rasakan saat akhirnya bisa membeli satu paket gamis cantik yang sudah lama diidam-idamkan? 

Exited. Tentu. Ada sensasi yang luar biasa saat kita melangkah mencapai garis finish terhadap apa yang kita inginkan, idamkan, cita-citakan, dan impikan.

Sama saat tetiba langkah saya mendadak terhenti saat memasuki pintu ruangan studio rekaman 2x3m yang ada di hadapan. Dulu, dulu sekali saya bersama suami pernah memiliki cita-cita membuat album rekaman untuk kami sekeluarga. Hanya karena si bocil masih bayi banget sampai saat menginjak usia PAUD ananda yang memiliki kepercayaan diri tinggi seringkali menjadi maskot saat ada gelaran seni akhir semester di sekolahnya menjadikan kolaborasi ala-ala yang kami cita-citakan tak pernah terwujud hingga sekarang. Maklumlah suami yang saat ini diamanahi menjadi manajer grup nasyid kenamaan di Malang ini memiih untuk lebih fokus terhadap amanahnya tersebut daripada memikirkan rencana kolaborasi yang tujuannya hanya bersenang-senang.

Hingga setua ini, muyul untuk membuat album kolaborasi tak kunjung redup. Sampai akhirnya saya bertemu dengan sesosok yang nyambung untuk mengeksekusi cita-cita saya ini.nPun perjumpaan dengan sang gitaris di sebuah komunitas pemuda makin memuluskan rencana saya. Tetapi rupanya rencana hanya tinggal rencana, sampai akhirnya saya mendapatkan info tentang lomba musikalisasi puisi Mbak Helvy Tiana Rosa dari sebuah WAG organisasi kepenulisan.

Dari sini akhirnya niatan saya untuk mengekseskusi cita-cita tadi semakin tampak di depan mata. Saya kemudian coba mencari-cari puisi yang klik di hati. Akan tetapi sampai di sini rupanya beberapa drama dimulai.

Gitaris Cadangan dan Hujan

Setelah memilih puisi yang pas untuk di arasemen, kami berdua-saya dan shoulmate saya-sebut saja namanya Mbak Rina memutuskan untuk memakai gitaris lain lebih karena pertimbangan dana yang kami miliki, terutama dana yang saya miliki (pura-puranya belajar jadi produserlah ya, wkwkwkwk). Alhamdulillah, setelah sepekan arasemen yang dijanjikan pun rampung. Kami membuat janji untuk bertemu di sebuah studio rekaman. Model dan teman yang akan membantu pembuatan video juga sudah siap. Hanya karena hujan tetiba turun lumayan deras membuat sang gitaris tak bisa hadir. Sementara jarak rumah yang memang jauh dari kota serta pertimbangan gitar yang tidak memiliki tempat membuat ia berat sementara ia hanya berbekal motor butut untuk menuju lokasi. Paling cepat ditempuh dalam waktu satu jam, itu jika hari tak hujan.Di sebuah cafe di daerah embong kembar, kami menghela nafas panjang. Adzan dhuhur berkumandang, kami tunaikan dulu hakNya, siapa tahu mendapat solusi.

Berjodoh dengan Gitaris Lama 

Sampai akhirnya kami memutuskan untuk mengontak gitaris yang biasa kami mintai tolong dalam setiap kegiatan yang kami gelar. Deg-degan penuh drama saat mengontaknya, khawatir ada ketersinggungan dengan arasemen yang sudah jadi dan dia kan bertanya siapa gerangan yang mengarasemen puisi Pelajaran Cinta dalam Delapan Semester milik Mbak Helvy itu.

Alhamdulillah, setelah dikontak akhirnya ia bersedia untuk hadir. Di siang itu ada kelegaan tersendiri bagi kami saat menemuinya tanpa pertanyaan yang kami khawatirkan. Kami pun siang itu akhirnya berlatih dengan riang gembira.

Drama Studio Rekaman di Sore Menjelang 

"Mohon maaf Mbak, studio hari ini sudah ada yang bookinng dari Surabaya. Booking studio itu nggak bisa cepat, biasanya harus indent satu pekan sebelumnya. Karena itu saya tidak bisa menerima Mbak."
Suara di seberang membuat saya agak panik. Ini sudah sore dan besok adalah pengumpulan terakhir musikalisasi puisi itu ke pihak penyelenggara.
"Bagaimana teman-teman apa ada solusi?" Saya memberikan kesempatan pada teman-teman untuk bicara setelah saya menyampaikan hasil komunikasi saya dengan pihak pemilik studio barusan.
"Kalau misal rekaman di sini bisakah, Bund?" suara salah seorang tim yang saya beri tanggung jawab pembuatan video angakt bicara.
"Dulu sih bisa, Bund. Aku kan sering manggung di sini." Mas gitaris berkulit eksotik ikut menimpali.
"Coba Mas tanya kabel audioanya, koq sekarang sudah tak terlihat ya?" dia menambahkan lagi.
"Mbak Rina coba googling studio yang buka sore ini dan mau melayani kita dengan budget minimalis." Saya meminta Mbak Rina untuk bergerak mencari info tentang studio rekaman yang recomended.
"Ini ada Mbak tapi bukan gitar akustik. Gimana?" belum Mbak Rina selesai bicara telepon genggamnya berdering kembali.
"Mbak ini pihak studio bisa menyediakan gitarnya, lengkap sampai selesai dengan budget segitu. Gimana?" Sambil meminta persetujuan.
"Buntu aku Mbak. Harga segitu over budget. Belum pembuatan videonya lho ya."
"Iya sih, ya sudah aku cancel saja kalau begitu."
"Baiknya begitu. Coba sih aku telepon lagi studio yang tadi. Itu tadi sih yang angkat katanya istrinya. Suaminya lagi pergi. Siapa tahu bisa."
Dan, alhamdulillah berakhir kami kembali ke studio awal. Karena ternyata orang yang sudah booking untuk hari itu mendadak cancel. Masya Allah...kalau rezeki memang tak akan kemana.
"Hayuuk ah kita jalan gengs!"

Perjuangan untuk Berkali-kali Take 

 Video saat Mbak Rina mulai take

Kami sampai di studio rekaman menjelang adzan maghrib berkumandang. Setelah berbincang sebentar, akhirnya kami dipersilakan untuk masuk ke studio rekaman. Ini bukan yang pertama kalinya bagi saya masuk ke studio rekaman tetapi pertama kali menjadi artis jadi-jadian. Hihihihi...

Hingga adzan maghrib berkumandang tak satupun take kami sukses, kami akhirnya memutuskan untuk melaksanakan sholat maghrib bergantian. Bau badan dan segala macam ketidaknyamanan mulai tercipta, tapi apa daya tanggung jika tidak dituntaskan. Tepat jam sembilan malam, rekaman akhirnya kelas. Kami tinggal memnunggu hasilnya esok hari. Alhamdulillah...laa haulaa walaa quwwata illah billah...



Artis abal-abal ikutan rekaman, wkwkwkwk

 
File Rekaman yang Terlambat Dikirim dan Kisah Editor Video 

File rekaman semalam yang sedianya dijanjikan akan dikirim pukul sebelas siang, baru dikirim jam satu siang. Saya membuka pintu ATM untuk mentransfer biaya rekaman dengan tergesa sambil mengirim file rekaman ke editor video.
Layar gawai saya berbunyi, "Iya, Bund. Ini aku masih takziyah Mbahku tadi pagi meninggal dunia." Jawab sang editor video saat membalas whatshApp yang berisi file rekaman semalam.

"Ya rabb, drama apaagi ini?" ratap saya siang itu masih dengan wajah menunduk mengarah ke layar gawai. Nggak mungkin juga saya menyumpah serapahi pemilik studio karena tak tepat waktu pun meminta editor video untuk segera pulang. Pasrah.
"Semoga videonya bisa terkejar untuk dikirim nanti malam." Batin saya masih optimis.

Muhasabah Diri

Sejak pukul sembilan malam notifikasi WA saya belum berbunyi, siapa lagi yang ditunggu-tunggu dan tak kunjung mengabari kalau bukan sang editor video. Hingga di jam 11.30 detak jantung saya makin ritmis deg-degan atas apa yang akan terjadi dengan video ini. Jarum jam seakan tak berhenti bergerak, terus saja berputar hingga lima belas menit kemudian ia mengirimkan sebuah foto laptop dengan keterangan, "Lagi proses ngrender, Bund."

"Berapa lama lagi?" balas saya tak terasa tangan saya mengetik balasan itu sambil bergetar.
"Nggak tahu. Berdoa saja supaya cepat kelar."

Tik...tok...tik..tik...tok...
Cling...

"Sudah dikirim, Mbak videonya?" Dari seberang Mbak Rina bertanya.
"Belum." Balas saya singkat.
"Lho koq bisa?"

Pukul 24.10 WIB video sudah saya terima dan dengan sangat manusiawi saya kecewa.
Ya sudah, mumpung mata masih terjaga alangkah lebih baiknya kalau saya bermuhasabah, Mungkin dalam prosesnya ada hal-hal yang luput dari perhitungan manusiawi termasuk bab perencanaan dan pengeksekusiaan yang benar-benar mmebuat mata saya nanar. Rabbighfirliii...

 Ini video dengan lirik lengkap buatan Mbak Rina, yang asli masih di simpan

 Lumajang, 21 Ramadhan 1441H
 Terima kasih, untukmu yang telah mengajariku arti cinta yang mengabadi semoga kelak takdir memperjumpakan kita di jannahNya yang terindah. Aamiin...

 #inspirasiramadhan
#dirumahaja
#flpsurabaya
#BERSEMADI_HARIKE-14

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Blog


Jejak Karya

Jejak Karya
Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu adalah buku single pertama saya, yang terbit pada tanggal 25 April 2017 tahun lalu. Buku ini diterbitkan oleh QIBLA (imprint BIP Gramedia). Buku ini adalah buku inspiratif dari pengalaman pribadi dan sehari-hari penulis yang dikemas dengan bahasa ringan tapi syarat hikmah. Ramuan susu dan kopi cinta dari hati penulis ini menambah poin plus buku ini sangat layak dibaca bahkan dimiliki.

Bagian Dari

Blogger templates

Blogroll

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *