MENJADI TELINGA



Diciptakannya satu mulut dan dua telinga bukan tanpa sebab. Allah sudah menakar semuanya, sedemikian rupa agar kita lebih banyak mendengar daripada bicara.

Berkesampatan 'ngangsuh kaweruh' selama dua hari penuh dalam sebuah even "Pelatihan Konselor Anak dan Remaja"  membuka mata dan telinga saya lebih lebar agar terus belajar menjadi pendengar bagi para generasi penerus masa depan.

Anak dan remaja, di tangan merekalah masa depan bangsa ini akan mereka genggam. Jika tidak mulai sekarang menjadi 'partner' terbaik bagi mereka, saya tak yakin bonus demografi di tahun 2045 akan membawa negeri ini jadi seperti apa nanti.

Kecanduan game, paparan pornografi, pergaulan bebas, narkoba, perilaku seks menyimpang, dan kenakalan-kenakalan di masa anak dan remaja saat ini sudah menjadi rahasia umum menambah deretan PR bagi kita para orang tua.

Saya teringat saat saya pernah mendampingi mentoring kemuslimahan di beberapa SMA di Lumajang. Banyak diantara remaja ini yang ternyata hanya perlu telinga kita untuk mendengar tiap keluh kesah bernuansa protes-protes kecil remaja seusianya yanga sedang dalam proses pencarian jati diri.

Di hujan gerimis, sore itu muslimah berkaca mata minus empat itu singgah di rumah. Parasnya yang elok dengan deretan gigi gingsul menambah manis senyumnya. Sebut saja: Kirana.

Kirana memberondong saya dengan pelukan eratnya, sambil terus tersedu ia mengucap salam dengan lemah. Sore itu adalah sore paling drama dalam hidupnya, mungkin. Karena baru saja diputus oleh pacarnya. Ia tampak kacau, dari bibir mungilnya ia meracau:
"Harusnya aku nggak kasih dia 100% hatiku ya, Bund! Begini ini kalau putus serasa hidupku tak ada artinya..." #eaaa 😁

Masih dalam dekap pelukan saya, iapun terlihat lebih tenang. Pelan saya kemudian melepaskan pelukannya, memberikan segelas teh hangat berharap kondisinya lebih rileks. Alhamdulillah, setelahnya ia banyak berkisah tentang keputusannya memiliki pacar, hingga kemudian harus menerima konsekuensi diputuskan secara sepihak dan mendadak. 😂

Saya membiarkannya terus bercerita tanpa jeda. Hingga di kalimatnya yang terkahir ia berkata: "Aku nggak tau kenapa Allah menuntun langkahku ke sini, padahal aku tau kalau pacaran itu nggak boleh. Tapi, saat itu yang terpikir di benakku cuma bunda. Aku hanya ingin ada yang mendengarku, Bunda!"

Masya Allah, terima kasih ya rabb atas segala kesempatan yang kau beri dari begitu banyak cela diri pun aib-aib yang masih berkenan engkau tutupi.

Menjadi telinga bukan tak memberi, menjadi telinga adalah berempati pada setiap permasalahan hidup yang terjadi ada tiap diri.
Kau cukup sediakan telinga, dengarkan dengan seksama, maka nikmat syukur itu akan tumpah-tumpah seiring dengan tekadmu yang terus membaja untuk membersamai generasi penerus bangsa.

Wallahu a'lam bishowab...

Catatan kecil memaknai hakikat takdir dalam hidup yang selalu punya alur yang sulit tertebak dengan ending yang tak terduga.

Bumi mahameru yang kelabu, 6 November 2019








0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Blog


Jejak Karya

Jejak Karya
Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu adalah buku single pertama saya, yang terbit pada tanggal 25 April 2017 tahun lalu. Buku ini diterbitkan oleh QIBLA (imprint BIP Gramedia). Buku ini adalah buku inspiratif dari pengalaman pribadi dan sehari-hari penulis yang dikemas dengan bahasa ringan tapi syarat hikmah. Ramuan susu dan kopi cinta dari hati penulis ini menambah poin plus buku ini sangat layak dibaca bahkan dimiliki.

Bagian Dari

Blogger templates

Blogroll

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *