Seringkali manusia hanya fokus pada permasalahan hidup. Sementara lupa pada sang pemberi hidup
Pagi itu, agenda yang sudah dipersiapkan sejak semalam berakhir dengan berantakan.
Dering telepon dari aplikasi watshapp meraung-raung minta segera dijawab. Tertulis sebuah nama yang tentu tak asing lagi bagi saya, karena semalam sudah menghasilkan sebuah kesepakatan bahwa beliau akan membantu proses pengurusan pajak motor dan ganti plat nomor yang akan berakhir masanya di akhir bulan lalu.
Ada satu persyaratan yang ternyata semalam luput beliau sampaikan, bahwa saya juga harus menyiapkan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) yang asli.
Bersamaan dengan telepon dimatikan, saya bergegas mencari benda itu kemana-mana: mulai mengacak-acak almari, tumpukan map, tumpukan kardus, laci-laci pun tak luput ikut dibongkar. Sambil terus mengingat-ingat di mana gerangan? Tetapi, hasilnya nihil. Seolah tak sedikitpun memori tentang dimana lokasi penyimpaman BPKB terpanggil.
Telepon pihak-pihak yang pernah bersinggungan dengan benda satu itu, tak satupun tahu. Hanya satu telepon dari tokoh kunci yang masih belum terangkat sejak pagi. Lebih tepatnya karena Hp sang empunya belum aktif sejak pagi. Pikiran saya terus mencoba mengingat-ingat lagi kemana gerangan barang berharga ini? Namun, semakin saya mencoba mengingatnya, semakin tak mendapatkan hasil.
Sudah tiga kali ini saya mengulang mengacak-acak tempat yang sama: almari, tumpukan map, tumpukan kardus dan laci-laci.
Di sela-sela saya terus berusaha mencari terdengar suara salam dari arah depan rumah yang tak asing lagi.
Itu artinya saya harus segera berangkat takziyah ke beberapa tempat setelah kemarin mendapat kabar beberapa sanak kerabat teman meninggal dunia. Sudahlah, bismillah saya melangkah meninggalkan rumah masih dengan perasaan tak lega. Pun saat dalam perjalanan takziyah pikiran saya terus terforsir untuk mengingat-ingat dimanakah gerangan BPKB itu?
Bayangan kemungkinan-kemungkinan terburukpun ikut hadir membersamai. "Jika ternyata bla...bla...bla...maka bla...bla..bla...."
Tapi semoga saja tidak. Demikian terus dialog antara logika dan hati yang tak kunjung bersepakat.
0 komentar:
Posting Komentar