Mindset menulis itu sebuah bakat adalah salah besar. Menulis adalah keterampilan, sama dengan keterampilan yang lain semakin banyak berlatih dan di asah maka akan semakin kompeten.
Seperti saat kita belajar memasak, kita mungkin
awalnya merasa masakan kita nggak enak, keasinan, kemanisan bahkan rasanya
nggak karuan hingga berakhir di tempat pembuangan, syukur2 jika si empus mau
memungutnya. Selayaknya sebuah ketrampilan, titik tekannya ada pada latihan.
Dalam memasak, jika kita mau terus latihan, lama-lama masakan kita akan semakin
enak. Semakin sering berlatih, semakin cepat kita menjadi ahli. Bahkan jika
sering diasah tidak menutup kemungkinan kita bisa menjadi master chef dan
menciptakan resep sendiri.
Begitulah proses menjadi seseorang menulis. Sama
seperti belajar memasak. Siapapun dia, apapun profesinya, bagaimanapun latar
belakangnya, kita semua bisa menulis. Bisa menjadi penulis. Hanya sekarang
pertanyaanya, seberapa sungguh-sungguh dan gigih kita mau berlatih?
Memang tidak mudah. Butuh kesabaran dan kerja keras,
serta tidak instan seperti membalikkan telapak tangan, “bim salabim, jadi
penulis.” Oh tidak demikian. Tidak ada penulis yang baru menulis satu dua kali,
tiba-tiba langsung tulisannya bagus dan mendadak terkenal. Jika tidak percaya,
cobalah banyak membaca kisah-kisah para penulis dunia. Ada JK Rowling penulis
novel Harry Potter ini pernah ditolak ratusan penerbit hingga kemudian
naskahnya menjadi best seller dan mendapat royalti jutaan dollar bukan tanpa
perjuanga. Semua mereka lalui dengan
perjuangan yang sangat luar biasa.
Jadi jika kita baru menulis 10kali lalu merasa putus
asa, ya kita tak akan menjadi penulis. Yang bisa menjadi penulis hanya
orang-orang yang sungguh-sungguh dan pantang menyerah. Dalam kamus seorang
penulis tak ada istilah ‘ngambekan’ atau ‘mutungan’. Karena itu, sebelum
menjadi penulis, yang pertama kali harus dilakukan adalah memperbaiki mental
kita. Ini berangkat dari pengalaman saya sendiri, si ‘introvert’ yang gemar
menulis buku diary, seringkali minder dan tak memiliki kepercayaan diri saat
tulisan saya dibaca orang lain, bahkan saya takut jika orang lain mengkritik
tulisan saya. Masuk jurusan Sastra Indonesia pun, sebelum ada mata kuliah
menulis saya cenderung belum memiliki keberanian untuk men-share karya saya ke
orang lain. Sampai kemudian saat saya bergabung dalam organisasi kepenulisan
Forum Lingkar Pena (FLP) Malang di tahun 2003 silam, saya baru punya keberanian
membacakan karya saya dalam sesi program sharing karya karena saya termotivasi
dengan anggota FLP kids saat itu yang masih duduk di bangku SD yang dengan
percaya diri membacakan karyanya di depan anggota yang lain. Dari sini,
akhirnya kepercayaan diri saya muncul.
Ya, jadi setelah mempersiapkan mental, tumbuhkan
kepercayaan diri. Bahwa kita bisa. Kita punya kesempatan yang sama untuk
menjadi penulis. Tergantung seberapa besar semangat kita untuk berlatih. Untuk
menjadi ahli, kata Malcolm Gadwell dalam Tipping Point, butuh 10.000 jam
latihan. Nah, tinggal kita alokasikan, waktu yang kita punya setiap hari untuk
menulis.
Sekali lagi buang jauh-jauh pikiran bahwa menulis
adalah bakat. Para penulis tidak lahir dari keluarga penulis. Penulis itu lahir
dari seseorang yang mau berjuang untuk menulis. Are you ready be a writers
guys? Yo ayo nulis, nulis dan nulis...😄
Wallahu a’lam bishowab....
Lumajang, 20 Februari 2020
0 komentar:
Posting Komentar