Assalamualaikum sahabat hijrah semua. Mulai saat ini saya akan lebih fokus pada konten-konten
untuk membantu para sahabat hijrah yang akan hijrah, baru mulai hijrah, dan
sudah berproses hijrah untuk lebih memantapkan langkah SaHi (Sahabat Hijrah)
dalam memantaskan diri di hadapan Allah SWT.
Pada bahasan di
awal ini saya akan memulai dulu dengan membahas bab HIJRAH dan tetek bengeknya,
khususnya bab makna dan kisah yang melatarbelakangi sebutan HIJRAH ini.
Oke deh kita
mulai saja ya SaHi.
A.
Makna Hijrah
H Hijrah secara definisi dibagi menjadi 2, yakni:
1.
Hijrah
secara harfiah yang berarti berpindah
2.
Hijrah
secara istilah masih dibedakan lagi menjadi 2 definisi yakni,
a.
Hijrah
makani (makani)
b.
Hijrah
maknawi (nilai)
Apa itu hijrah
makani? Hijrah makani itu artinya bahwa secara fisik kita berpindah tempat dari
tempat yang buruk ke tempat yang lebih baik. Contohnya hijrahnya Rasulullah
bersama para sahabatnya saat itu dari Makkah ke Madinah (Yastrib-red) karena
Makkah saat itu dirasa sudah tidak kondusif untuk Rasulullah dan para
sahabatnya menyebarkan dakwah Islam. Begitu juga sebelum kisah hijrah
Rasulullah Muhammad SAW ini, ada kisah Nabi Ibrahim yang juga pernah melakukan
perjalanan hijrah dari babilon menuju Palestina dan kemudian ke Mesir atas
perintah dari Allah SWT.
Selanjutnya
Hijrah Maknawi (nilai) ini menurut Ibnul Qayyim Al Jauziyah adalah berpindah
dari sesuatu yang tidak sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan RasulNya menuju
kepada yang sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan RasulNya.
B.
Momentum Hijrah
Momentum hijrah sebenarnya
ditandai dengan kisah perjalanan hijrah Rasulullah Muhammad SAW bersama para
sahabatnya dari Makkah meuju Madinah denagn jarak 450km yang ditempuh dalam
waktu empat hari empat malam lewat perjalanan darat. Dari sinililah sebenarnya
hijrah makani yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya ini juga
bermuatan nilai (hijrah maknawi).
Mengapa demikian? Masih ingat
kisah sahabat nabi yang seorang wirausahawan sukses bernama Abdurrahman bin
Auf? Siapa yang tak mengenal sosoknya? Dalam berbagai buku siroh betapa beliau
digambarkan sosok kaya raya di zamannya. Tetapi, saat memutuskan untuk
bergabung bersama Rasulullah dan para sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah
makan ditinggalkannya seluruh harta kekayaannya. Tak sedikitpun ia bawa. Hingga
kemudian Rasulullah SAW mempersaudarakannya (men-taakhi-kan) beliau dengan kaum
Anshar yang juga merupakan seorang saudagar kaya di Madinah: Sa’ad Ibnu
Sarabil.
Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa,
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik” (HR. Ahmad)
Hingga kemudian seiring berjalanya waktu
Allah menggantikan dengan kekayaan yang semakin berlimpah kepada Abdurrahman
bin Auf tersebut.
Tentu saja momentum kisah hijrah Rasulullah Muhammad SAW ini menjadi
awal landasan kita memahami makna
hijrah yang sesungguhnya. Hingga akhirnya tahun ini pun disebut sebagai tahun
baru Hijriyah untuk menandai dan mempermudah kaum muslimin mengingatntya.
C. Allah Meninggikan Derajat Orang yang Berhijrah
Setelah
kita tahu makna dari hijrah dan momentum hijrah dari kisah Rasulullah SAW itu
bersama para sahabatnya. Apa kemudian yang harus kita lakukan?
Sudahkah kita berhijrah sebenar-benar HIJRAH? Atau hanya ikut-ikutan
trend saja? Atau masih ada yang pikir-pikir dulu mau berubah? SaHi yang dirahmati
Allah, sebelum kita melangkah lebih jauh, yuuk kita coba tadabburi salah satu ayat berikut:
“Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. At Taubah; 105)
Masya Allah, siapa sih SaHiers
yang nggak mupeng diberikan derajat lebih tinggi di sisi Allah ketika kita
berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri kita? Hayo ngaku
nih, diantara kalian para SaHiers adakah yang masih belum ‘move on’ dan pewe
dengan keadaan kita sekarang? Nggak usah pake cung jari atau tangan deh, cukup
menunduk sedalam-dalamnya dan dijawab dalam hati. Deal ya?
Kalau kita mau jujur, kiranya tak ada di antara kita yang bercita-cita
ingin masuk neraka, semua pastilah berlomba-lomba ingin mendapatkan surgaNya. Untuk
sebuah kapling termewah dan teristimewa bernama surga, tentu saja SaHi harus
berusaha bersungguh-sungguh meraihnya. Tak ada waktu lagi untuk pikir-pikir
dulu, apalagi menimbang ulang atau bahkan tak bersegera menyambut seruan ini
padahal kita mengetahuinya.
Kita juga tidak pernah tahu sampai kapan jatah hidup kita ini diberikan
Allah untuk kita. Bersyukur jika Allah mengkaruiakan umur panjang kepada kita,
jika sebaliknya? Lalu, kita masih begini-begini saja? Trus? Pantaskah kita jadi
salah satu penghuni surga?
Semakin bertambah tahun, bertambah umur, artinya begitu pula dengan jatah
hidup kita akan semakin berkurang dan itu artinya semakin mendekatkan kita pada
kematian. Ya rabb...
Seperti yang Imam Hasan Al Bashri
katakan,
“Wahai manusia, sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari, setiap hari berkurang, berarti berkurang pula bagianmu”.
Hayuuk ah, SaHi mumpung masih ada kesempatan segeralah bergegas untuk
berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga Allah memberikan kemudahan di
setiap jalan kebaikan yang akan kita tempuh.
Wallahu a’lam bishowab
dalam khusyu’ hamdalah, 6 Oktober 2018
Jazakillah uraiannya
BalasHapus