Belajar Bersyukur Ala Kids Zaman Now



Pasukan majelis sholihah perindu surga bersama Kak Hadi 


Selalulah bersyukur,karena semakin bersyukur Allah akan menambah nikmatNya.

 (S. Hadi Wasito)



Sore itu, meski Lumajang di dera hujan deras tak menyurutkan langkah kami, para pasukan majelis sholihah perindu surga untuk melangkahkan kaki menuju kediaman Kak Hadi-begitu kami diminta untuk menyapa pemilik nama lengkap S. Hadi Wasito agar terdengar lebih awet muda. Harapan kami setinggi langit di angkasa, berharap jejak-jejak langkah kami menjadi wasilah kelak bisa berhimpun di surgaNya. 

Sesuai dengan rencana, bahwa agenda majelis/liqo' outdoor sebulan sekali ini akan kita ganti dengan berkunjung ke kediaman seorang tokoh inspiratif sekaligus motivator para pemuda di Lumajang ini. Bukan tanpa sebab memilih Kak Hadi Wasito menjadi tujuan kami. Seorang pemuda asli Lumajang yang dikenal penuh semangat dan pantang menyerah ini diharapkan mampu memberikan suntikan energi bagi generasi milenial yang suka mengeluh. 

Hampir pukul setengah lima sore setelah pasukan lengkap berkumpul (minus Amanda dan Helfin yang berhalangan hadir), kami berangkat berombongan menggunakan kendaraan Bunda Nadia yang dengan sukarela mengantar kami menuju kediaman Kak Hadi. Tak terkecuali para bunda yang lain, semangat mereka melebihi anak-anaknya. Terbukti sejak siang sudah pada heboh tanya bingkisan apa yang mau dibawa dan diberikan untuk Kak Hadi, bahkan ada yang ingin membersamai anak-anak mereka. Masya Allah...Dan ini terbukti bahwa support orang tua sangat mempengaruhi semangat kehadiran ananda sore itu. 

Mbak Firda nampak menyerahkan bingkisan yang sudah ia persiapkan sejak pagi kepada Kak Hadi

Hampir pukul lima kurang saat kami sampai di depan gang masuk rumah Kak Hadi. Menyusuri jalan gang sembari bercengkrama ditemani rintik hujan menambah syahdu agenda majelis sore itu. Sesekali berdoa dalam hati sembari menyebut satu persatu nama yang sudah mulai mengisi hati, agar dilimpahi keistiqomahan hingga akhir nanti. 

Alhamdulillah, setelah beruluk salam dan berjabat tangan dengan ibunda beliau kami pun dipersilakan untuk duduk di di ruang tamu beliau yang ternyata sudah disiapkan setandun pisang dan cemilan, ditambah setelahnya pohong goreng plus teh hangat semakin menambah hangat suasana. 

Saya pun kemudian memohon izin untuk membuka acara sore itu. Binar penasaran tampak dari wajah unyu-unyu para anggota majelis yang rata-rata masih duduk di kelas 8 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Lumajang itu. Kak Hadi memulai perkenalan singkatnya dengan menayangkan beberapa video profile singkatnya yang pernah dimuat di beberapa stasiun televisi. Wajah unyu-unyu itu dengan berbagai ekspresinya semakin takjub dengan tayangan yang baru saja mereka saksikan. Celetuk salah satunya pun kemudian membuat saya membantu memberikan jawaban. 

Kak Hadi saat memperlihatkan video profilenya 


Seorang difabel dengan vonis celebral palsy, tak menyurutkan Kak Hadi untuk terus memberi warna dalam kehidupan ini. Berbagai aktifitas seperti aktif di Mapala, Pramuka, berbagai organisasi sosial dan kepenulisan juga beliau ikuti. Sering diundang ke sekolah-sekolah, yayasan, bahkan forum pengajian tak luput membuat beliau dinobatkan menjadi seorang motivator. 

Setelah memperlihatkan beberapa tayangan tentang profil beliau, Kak Hadi memulai forum dengan sebuah pertanyaan yang membuat saya takjub. Sebuah pertanyaan tentang cita-cita mereka. Dari delapan orang yang hadir, 4 orang bercita-cita menjadi dokter dan dokter spesialis, 2 arsitek, 1 perawat dan seorang lagi bercita-cita menjadi bu camat. Masya Allah...

Yang menarik, saat Kak Hadi memberikan umpan balik sebuah pertanyaan menggelitik tentang cita-cita yang mereka ungkapkan baru saja. Apakah memang cita-cita itu benar-benar cita-cita yang ingin mereka raih? Sekedar gaya-gayaan (prestise) atau bahkan malah karena sekedar ikut-ikutan teman agar terlihat keren dan mentereng. Alhamdulillah, keraguan Kak Hadi dan tentu saja saya yang sore itu ikut deg-degan membersamai mereka menunggu-nunggu jawaban ini. 
Apalagi saat Kak Hadi bertanya, "Untuk apa sih kalian memiliki cita-cita itu?" Spontan dari wajah polos mereka pun menjawab dengan penuh keyakinan: untuk membahagiakan orang tua. Barakallahufiik...

Ekspresi ananda saat menyimak video profile Kak Hadi

Special moment kali ini memang lebih banyak diisi dengan diskusi dan tanya jawab. Di akhir sebelum sesi penutup, Kak Hadi meminta masing-masing dari adik-adik untuk menyanpaikan kesan-kesannya. Hampir semua berkomitmen akan menjadi pribadi yang lebih baik, muslimah yang pantang menyerah dan senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Allah beri dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berusaha untuk mengoptimalkan potensi, tidak hanya belajar yang disukai tetapi sebaliknya berusaha untuk memberi ruang dengan menyukai pelajaran di sekolah yang tidak disukai. Bagaimana caranya? Memulai dengan menyukai pengajarnya (baca: guru), sambil malu-malu curi pandang ke arah saya karena hampir rata-rata mereka tak menyukai pelajaran Bahasa Indonesia. Heuheuheu...

Termasuk memberikan porsi utama bukan waktu sisa untuk hadir dalam forum majelis pekanan adalah upaya bersyukur itu sendiri. Sehingga ada keseimbangan antara porsi duniawi dan akhirat sebagai bekal untuk kita kembali. Begitulah closing statement yang cukup manis dan mengandung hikmah dari Kak Hadi. Kenyang kami dengan segala motivasi yang tak hanya terurai lewat lisan dan laku, tetapi juga yang tersirat dari hati sampai ke hati-hati kami agar sepulangnya dari sini akan terus melangitkan syukur atas segala nikmat yang tak terukur. 

Beginilah sore ini kami para generasi milenial kids zaman now belajar tentang sebuah arti kata syukur, belajar lewat ayat kauniyahnya yang dititipakan lewat Kak Hadi hingga kemudian kita menjadi pribadi yang senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah Allah beri. Doa robithoh, hamdallah, istighfar yang kemudian disempurnakan dengan doa kafaratul majelis, kami pun menutup acara sore ini diiringi orkestra gerimis yang masih tercipta. Salam penutup dibersamai dengan pamggilan adzan maghrib yang segera kira sambut. 

Narsis time di akhir acara


Wallahu a'lam bishowab...


Di Februari ke-9, masih dari bumi mahameru tercinta tulisan ini dibuat sehari setelah agenda silaturahim ini dilaksanakan dan in sya Allah masih belum terlalu terlambat. 

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Blog


Jejak Karya

Jejak Karya
Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu adalah buku single pertama saya, yang terbit pada tanggal 25 April 2017 tahun lalu. Buku ini diterbitkan oleh QIBLA (imprint BIP Gramedia). Buku ini adalah buku inspiratif dari pengalaman pribadi dan sehari-hari penulis yang dikemas dengan bahasa ringan tapi syarat hikmah. Ramuan susu dan kopi cinta dari hati penulis ini menambah poin plus buku ini sangat layak dibaca bahkan dimiliki.

Bagian Dari

Blogger templates

Blogroll

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *