Mengingat mereka (para muridnda) terkisah sebuah cerita dua belas tahun lalu tentang pagi dan siang hari yang berbaris dan berhambur untuk sekedar berebut takzim mencium punggung tangan saya. Mereka para belia usia 13-14 tahunan kala itu. Siswa-siswi sebuah SMP Negeri di kota Malang.
Mengintip mereka lewat beranda sosial media membuat diri ini takjub. Beberapa di antaranya ada yang masih menempuh kuliah, tak sedikit yang sudah berkeluarga dan dikaruniai beberapa momongan. Masya Allah... Di suatu pagi yg cerah, pernah tetiba bertemu salah satunya. "Bu Novi ndak berubah", celotehnya tak berjeda.
Pun di tempat pengabdian yang berbeda, para generasi Z yang pernah saya didik tetiba beberapa ada yang nge-DM saya. Di antaranya bertanya kabar saya pun dilengkapi dengan kabar gembira yang membuat diri ini turut berbangga dan berbahagia. "Mohon doanya Bu, bulan depan saya berangkat ke Mesir" "Mohon doanya ya Bu, ini dalam proses menuju hafidz"
Dan...lain...lain...lain... . Hingga tak terasa kadang butiran bening ikut membersamai berita bahagia dari beberapanya itu.
Dalam kesyukuran yang melangit itu ada dua hal yang membuat bahagia sekaligus sedih.
Bahagia ketika beberapanya berceloteh bahwa saya masih saja awet muda (baca: kecil)
Di lain sisi teringat bahwa jatah usia semakin berkurang, artinya lebih dekat dengan kematian. Ya rabb....rabbighfirli....
Lalu, masihkah terlena dengan usia yang semakin menua dan bertambah seiring dengan berkurangnya jatah menikmati dunia?
Ya rabb...akhiri kami dalam keadaan islam, iman, ihsan dan khusnul khatimah. Aamiin... #ahadmuhasabah
0 komentar:
Posting Komentar