Merdeka! (dari) Tumo




🎤Di atas kepala rambut namanya
Di atasnya rambut tumo namanya
Di atasnya tumo rambutnya tumo
Di atas rambut tumo, tumonya tumo
Tumo tumo tumo, tum! 🎤


Ah...mendendangkan yel-yel penyemangat itu jadi teringat masa-masa lima belas tahun yang lalu saat diri ini masih berstatus menjadi MABA. Kreatifitas para senior memang patut diacungi jempol. Tak hanya rasa premodialisme ke-fakultas-an yang kemudian terbakar tetapi lebih dari itu, mereka sukses membawa kami para juniornya mendeklarasikan diri menjadi arek fakultas ter-'mbois' kala itu.  Entah siapa yang menciptakan yel-yel fenomenal itu, tak tersempat juga diri ini mempertanyakannya, keburu lulus meski sempat telat. Ouwh...

Hanya saja kali ini saya tak hendak membahas tentang nostalbahagia di masa-masa lalu seputar yel-yel itu. Sungguh tidak. Berawal dari kehadiran tumo (bhs Jawa dari kutu) beberapa waktu lalu di keluarga kami yang membuat saya pun kemudian teringat dan mendendangkan lagi yel-yel itu. Hehehehe...

Tumo dalam bahasa Jawa artinya kutu. Siapa sih yang tak kenal makhluk imut satu ini? Pemilik nama keren 'Pediculus Humanus Capitis' ini beberapa waktu lalu sempat menghebohkan seluruh penghuni rumah. Masing-masing saling tuding dari mana asal muasal kutu sampai siapa sih tersangka di balik semua ini? Nah, Loh?

Meski  didera rasa penasaran yang memuncak akan sumber tershahih dari mana kutu ini berasal, para anggota keluarga pun berburu tips-tips ampuh menghabisi species yang dikenal sebagai parasit dengan pilihan media rambut manusia ini tanpa berhenti saling 'berprasangka'.

Ada yang langsung menuding bahkan tak jarang yang (mungkin) berprasangka dalam hati dengan tatapan-tatapan penuh syak wasangka, hingga jika diterjemahkan kira-kira begini bunyinya,

"Sopo seh sing nggowo tumo nang omah iki? Hemm...titenono yo, awas koen!" *wkakakakaka...

Dan saya. Bagaimana dengan saya? Saya termasuk yang belum lega jika tak menemukan dan menyeret langsung tersangkanya di kursi pesakitan. Meski rambut sudah dicukur sangat cepak, mendisipilnkan diri untuk keramas makasimal dua hari sekali bahkan akan mencoba beberapa tips gila seperti menjadikan mayonaise (hasil googling sih) sebagai krem rambut sebelum tidur pernah nekat akan dilakukan akhirnya tak pernah kejadian. Lha, mana tega melihat mayonaise yang 'creamy' itu harus berduet maut dengan rambut? Alhasil, gayung bersambut jadilah semangkuk salad buah yang lezat. Urusan basmi kutu? Entar aja deh...lupakan sejenak saatnya menikmati salad buah favorit.

Kasak kusuk tentang kutu masih belum berakhir. Para anggota keluarga yang semuanya berhijab alhasil selalu melakukan gerakan-gerakan menggaruk kulit kepala yang sangat khas di waktu-waktu tertentu, terutama saat siang hari yang terik seusai berkelana menantang matahari di jalanan.

Gerutuan bernada rutukan tak henti-hentinya saya dengar dengan aktor utama sang kutu yang telah sukses memainkan perannya bahkan (mungkin) masih ada yang saling tuding siapa yang bersalah. Padahal nih ya kalau kita mau introspeksi diri, kutu sebagai hewan yang bersifat parasit menyukai tempat tinggal yang (mohon maaf) kurang bersih seperti : sarung bantal yang jarang diganti, rambut yang jarang dicuci dan kejorokan-kejorokan lain yang (mungkin) kita turut andil menciptakannya sendiri. So?

Dari kejadian hebohnya kutu yang bersemanyam dalam rambut kami dan menjadi peternakan baru di masing-masing kepala kita ada hal mendalam yang kemudian saya coba untuk tadabburi. Tentu saja masih dengan pemikiran dan ilmu saya yang masih dangkal ini.

Kenapa kutu?

Ya...lewat kutu ternyata Allah hendak memberikan tadzkirah kepada kita semua. Menjadi makhluk paling mulia bernama manusia tak seharusnya kita berprasangka.  Mengedepankan khusnudzon adalah hal terbaik yang harus kita terlebih kepada saudara-saudara kita.

Bermuhasabah (instrospeksi diri) akan menjadikan kita manusia-manusia yang lebih merdeka. Karena siapapun, apapun kejadian-kejadian dalam hidup yang menimpa kita ini-termasuk hadirnya penghuni baru di rambut kepala kita tentu saja semua atas skenarioNya.








0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Blog

Archive Blog


Jejak Karya

Jejak Karya
Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu adalah buku single pertama saya, yang terbit pada tanggal 25 April 2017 tahun lalu. Buku ini diterbitkan oleh QIBLA (imprint BIP Gramedia). Buku ini adalah buku inspiratif dari pengalaman pribadi dan sehari-hari penulis yang dikemas dengan bahasa ringan tapi syarat hikmah. Ramuan susu dan kopi cinta dari hati penulis ini menambah poin plus buku ini sangat layak dibaca bahkan dimiliki.

Bagian Dari

Blogger templates

Blogroll

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *