Hujan dan tahwa selalu mengingatkanku tentangmu dan sebuah kota. Ah...kenangan itu begitu menghati untuk sekedar kuhapus dari ingatan. Pun kemudian, seolah menikmati lumernya sensasi tahwa di lidah membawaku pada episode awal aku dan kamu menjadi kita.
Sore itu, sambil bercengkrama menikmati semangkuk tahwa berdua kau antusias bercerita. Tentang jalan-jalanmu hari itu ke sebuah pabrik tahu. Obsesimu menjadi pengusaha dan bercita pensiun muda seolah membuatmu terus belajar akan pengelolaan makanan berbahan dasar kedelai itu. Pantas saja, hari itu adalah hari-harimu melakukan eksperimen di dapur kecil kita. Dari mulai belanja bahan baku, mencuci dan mengolah kau lakukan sendiri. Aku hanya mengamati. Ingin sesekali membantumu beraksi, tetapi untuk kali ini kuurungkan niatku. Karena kutahu aroma dapur tak lagi bersahabat dalam hari-hariku menjadi seorang bumil.
Eureka! Begitu kira-kira teriakmu saat kau sukses menunjukkan gumpalan halus yang kau sebut TAHWA kepadaku. Aku berusaha tersenyum agar melegakan kerja kerasmu seharian ini. "Hebat", gumamku kemudian dalam hati. Sungguh berbakat, dengan hanya melihat referensi tayangan video dari YouTube kau sudah menyulap butiran kacang kedelai menjadi sebuah tahu sutra, yang orang lebih familiar menyebutnya, tahwa.
Eiits...tapi, tunggu dulu. Kali ini dengan merajuk kau memintaku membuat kuah tahwa agar tahu sutra di hadapanku ini resmi disebut tahwa. Ya, tahwa ini umumnya disajikan bersamaan dengan kuah dari gula merah dicampur jahe yang memang berkhasiat menghangatkan tubuh, sangat cocok untuk hawa dingin kota ini, apalagi jika masuk angin. Hemm...pasti seketika keringat dingin keluar dan badan menjadi lebih enakan. Tak perlu lagi repot-repot cari tolak angin.
"This is it.... Alhamdulillah, not bad", ucapmu sambil mengecup keningku tanda terima kasih yang dalam karena aku baru saja sukses mengalahkan egoku untuk tak beranjak dari tempat tidur menuju ke dapur membuatkanmu kuah tahwa istimewa. Di lain waktu, kau tawarkan ilmumu untuk berbagi bersama ibu-ibu PKK RT di perumahan tempat tinggal kita pada pertemuan rutin bertajuk demo memasak membuat tahwa ala chef Rangga.
Ah, sungguh ternyata aku memang wanita normal yang juga punya rasa cemburu saat berpasang mata ibu-ibu tertuju ke arahmu dengan penuh kekaguman. Sama seperti saat ini, aku cemburu pada hujan. Yang selalu setia membersamaimu hingga di ujung usia. Dan, hari ini tak seorang pun tahu ketika air mata tertumpah dalam mangkok tahwa bercampur dengan kuah istimewa yang ku pernah membuatnya, bersama balutan rinai hujan.
Kemudian, kuhapus pelan-pelan meski tetiba dari lisan mungil bocah delapan tahun ini lebih dulu terucap sebait kalimat yang selalu membuatku bungkam, "Kalau tahwa itu enak, kenapa makannya sambil nangis, Nda?"
Akhirnya, terpaksa kisah ini kututup sampai sekian. Rinduku, rindumu, rindu kita.
Dalam balutan rinai hujan, 23 September 2016
*Resep TAHWA Malang ala Chef Rangga
Bahan Tahwa :
– 400 ml susu kedelai tawar
– 1 sdt teh garam (bisa di skip, saya tidak pakek garam)
– 1 sdt agar-agar bubuk warna putih
– gorengan kacang tanah
Kuah Jahe:
– 1 liter air
– 1 sdm gula pasir (bisa ditambah sesuai selera juga)
– 150 gram gula jawa, diiris tipis-tipis
– 50 gram jahe dikupas dan diiris tipis-tipis
– 1 lembar daun pandan dipotong-potong.
Cara membuat:
- Masak susu kedelai dan agar-agar hingga mendidih, lalu dinginkan
- Rebus semua bahan kuah hingga mendidih
- Sendoki puding tahu tipis-tipis, letakkan di mangkok dan siram dengan kuah jahe, sajikan hangat. Tambahkan gorengan kacang sebagai pelengkap.
0 komentar:
Posting Komentar